Selasa, 19 Desember 2017

Makalah ushul fiqih

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar belakang
Peradilan adalah tempat atau lembaga yang menempatkan sesuatu pada tempatnya. Kata “Peradilan”, Dalam bahasa arab digunakan kata”qada”, jamaknya aqdiya yang artinya,memutuskan perkara/ perselisihan antara dua orang atau lebih berdasarkan hukum Allah. Qada dapat pula diartikan, Sesuatu hukum antara manusia dengan kebenaran dan hukum dengan apa yang telah diturunkan oleh Allah. Para ahli fiqh memberikan definisi qada sebagai suatu keputusan produk pemerintah, atau menetapkan hukum syarâ dengan jalan penetapan. Dalam sebuah peradilan pasti akan ada penggugat dan ada yang tergugat atau lebih dikenal dengan tersangka. Dalam suatu gugatan perlu adanya syarat dan ketentuan yang berlaku yang telah ditetapkan. sebagai syarat gugatan juga memerlukan bukti yang kuat.

B.   Rumusan Masalah

Berdasarakan judul makalah ini penggugat dan tergugat maka masalah dapat di identifikasikan sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan penggugat dan tergugat ?
2. Apa saja syarat penggugat dan teergugat?
3. Apa bukti sebagai syarat gugatan?

C.   Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang penggugat dan tergugat.



















BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Penggugat dan Tergugat

 Penggugat adalah orang yang mengajukan tuntutan melalui pengadilan karena ada haknya yang diambil orang lain atau krena adanya permasalahan dengan pihak lain, yang dianggap merugikan dirinya. Penggugat disebut juga dengan penuntut, pendakwa atau penuduh. Tergugat adalah orang yang dituntut mengembalikan keadilan berkaitan dengan hak-hak orang lain, atau dituntut untuk mempertanggungjawabkan kesalahan atas dakwaan pihak lain di pengadilan. Tergugat sering disebut juga dengan terdakwa, atau tertuduh.

       B. Syarat-syarat Gugatan:
1. Gugatan disampaikan secara tertulis yang ditujukan ke pengadilan dan di tandatangani oleh penggugat. Jika penggugat tidak bisa menulis, boleh mengajukan gugatan secara lisan kepada ketua pengadilan, yang nantinya akan dicatat oleh petugas pencatat.
2. Gugatan harus diuraikan dengan jelas dan rinci (tafshil), baik permasalahannya maupun alasan-alasan gugatan.
3. Tuntutan harus sesuai dengan kejadian perkara.
4. Memenuhi persyaratan khusus yang dibuat oleh pengadilan.
5. Pihat tergugat tertentu orangnya.
6. Penggugat dan tergugat sama-sama mukallaf, baligh dan berakal.
7. Penggugat dan tergugat tidak dalam keadaan berperang membela agama.
c.    Cara Memeriksa Terdakwa dan Terdakwa yang Tidak Hadir di Persidangan.
              Dalam pemeriksaan harus dihadirkan pihak-pihak yang berperkara. Untuk pendakwa dianggap tidak ada masalah hadir di persidangan, karena ia yang menuntut agar perkaranya dimejahijaukan. Sedangkan terdakwa juga harus hadir. Jika tidak, pengadialn tetap memanggilnya sampai batas tiga kali. Bila tidak hadir juga, maka hakim boleh memutuskan perkara atas orang ghaib ini. Putusan ini ( dalam bahasa peradilan) disebut dengan putusan verstek (tidak hadir atau in absentia), yakni putusan pengadilan tanpa kehadiran pihak terdakwa atau tertuduh. Imam Syafi dan Imam Ahmad bin Hambal membolehkan hakim memutuskan perkara dengan cara versterk ini.
Menurut Imam Abu Hanifah, Ibn Abi Laila, Syuraih, dan Umar bin Abdul Aziz tidak membolehkan putusan verstek ini. Alasan yang dikemukakan adalah mungkin saja ketidakhadiran terdakwa karena ada hujjah yang menyebabkannya tidak bisa hadir di persidangan. Akan tetapi jika ada wakilnya, persidangan bisa dilanjutkan atau dilangsungkan.

Ø Cara memeriksa terdakwa :
 Â· Hakim berusaha mendamaikan pihak-pihak yang berperkara
Jika tidak dapat didamaikan, perkara itu diperiksa menurut ketentuan yang berlaku. Beberapa kemungkinan dalam jalannya persidangan, yang apda akhirnya hakim memutuskan perkara :
a. Apabila terdakwa mengikrarkan (mengakui) tuduhan, maka hakim memutuskan perkara sesuai dengan pengakuan tersebut, dan pemeriksaan terdkawa dianggap tuntas.
 b. Apabila terdakwa mengingkari tuduhan pendakwa, maka hakim meminta kepada pendakwa untuk menudatangkan bukti-bukti perkara.
 c. Apabila bukti-bukti tidak cukup, sedangkan pendakwa tidak mampu membuktikan kebenaran gugatannya, lalu ia minta supaya pihak terdakwa disumpah, maka hakim harus meluluskan permintaannya, setelah itu hakim memutuskan perkara berdasarkan sumpah terdakwa.
D. Bukti (Bayyinah) Dan Sumpah Dalam Peradilan

·         Macam-macam Bukti
 Suatu dakwaan dapat diterima dan dibenarkan apabila disertai dengan bukti yang lengkap. Macam-macam bukti :
a. Saksi
b. Barang bukti
c. Pengakuan terdakwa
d. Sumpah, Sumpah ada dua macam :
1) Sumpah untuk berjanji melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.
2) Sumpah untuk memberikan keterangan guna menguatkan bahwa sesuatu itu benar-benar demikian atau tidak.
e. Pengetahuan atau keyakinan hakim Pengetahuan hakim yang ada relevansinya dengan pemeriksaan perkara merupakan satu bukti dalam penyelesaian perkara tersebut. Tapi pengetahuan dan keyakinan dari hakim ini hanya terbatas untuk menguatkan bukti yang lain. Juga tidak berlaku dalam perkara pidana.

2. Syarat-syarat Orang yang Bersumpah
Orang yang bersumpah dianggap sah sumpahnya apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Mukallaf Yaitu baligh dan berakal.
b. Atas kehendak sendiri Tidak ada paksaan dari pihak manapun.
c. Sengaja mengucapkan sumpah.
d. Harus dengan nama Allah.

3. Lafal-lafal Sumpah Kata billaahi adalah salah satu sumpah yang diawali huruf qasam. Kata-kata qasam adalah Kata-kata qasam tersebut mengandung arti Demi Allah.
 Contoh lafal sumpah misalnya, Demi Allah saya bersumpah bahwa saya tidak mencuri. Boleh juga diakhiri dengan kata laknat Allah, seperti sumpah lisan suami: Demi Allah, saya bersumpah, bahwa istri saya telah berzina dengan si fulan. Kalau saya berdusta saya bersedia dilaknat oleh Allah swt. Untuk selama-lamanya.

4. Tujuan Sumpah dan Sumpah Tergugat Sumpah yaitu suatu pernyataan yang khidmat, diucapkan pada waktu berjanji atau keterangan dengan nama Allah dengan menggunakan huruf qasam (sumpah). Tujuan sumpah adalah memberikan keterangan guna meyakinkan bahwa sesuatu itu demikian atau tidak. Sumpah diucapkan oleh tergugat untuk menyangkal atau menolak gugatan yang ditunjukan kepadanya. Jika tergugat bersedia bersumpah, hakim dapat memutskan bahwa gugatan penggugat tidak benar. Sumpah yang diucapkan tergugat bahwa semua gugatan penggugat itu tidak benar disebut yamin al-munkir (sumpah penolakan). Apabila bukti-bukti sangat lengkap dan meyakinkan, tetapi terdakwa masih menolak dan dikuatkan dengan sumpahnya, maka ketetapan hakim lebih didasarkan kepada bukti daripada sumpah. Sebab bukti-bukti baik berupa saksi atau barang bukti, lebih konkrit daripada sumpah, karena sumpah itu bersifat subyektif.

5. Pelanggaran Sumpah Pelanggaran sumpah terjadi bila seseorang telah berikrar dengan menyebut nama Allah untuk mengerjakan atau meninggalkan sesuatu lalu tidak ditepatinya. Adapun orang yang bersumpah untuk tidak mengerjakan sesuatu, lalu orang lain disruhnya untuk mengerjakan pekerjaan tersebut, maka tidak termasuk pelanggaran sumpah.
Orang yang melanggar sumpah karena lupa, juga tidak termasuk melanggar sumpah.
Denda orang yang melanggar sumpah adalah memilih salah atu dari hal-hal sebagai berikut: a. Memberi makan kepada 10 orang miskin dengan makanan pokok (3/4 liter beras) tiap orang.
 b. Memberi pakaian 10 orang miskin, yaitu pakaian yang pantas untuk mereka.
c. Memerdekakan busak.
d. Mengerjakan puasa selama 3 hari. Allah berfirman: Artinya : Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang disengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barangsiapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikian Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya). (QS. Al-Maidah/5: 89)

























BAB III PENUTUP

A.      Kesimpulan
Berdasarkan uraian pembahasan penggugat dan tergugat dapat disimpulkan bahwa:
1. Gugatan menurut bahasa arab ialah talab yang berarti tuntutan atau permintaan.
2. Gugatan menurut istilah ialah menghubungkan diri sendiri hak atas suatu yang ada pada orang lain atau dalam tanggungan oran lain.
3. Penggugat (mudda) ialah orang yang meminta hak apabila dia diam saja tidak menuntutnya, maka dibiarkan saja.
 4. Tergugat (muddaalaih) adalah orang yang dimintai hak apabila dia diam saja, tidak dibiarkan saja.
5. Gugatan yang di buat oleh hamba sahaya, orang gila, anak-anak dibawah umur, dan orang dungu tidak diterima.
 6. Gugatan yang ditujukan pada tergugat yang terdiri dari hamba sahaya, orang tua, anak-anak dibawah umur, dan orang-orang dungu tidak bisa.

B. Saran



1. Bagi penggugat jangan asal menggugat orang, karena orang itu belum tentu bersalah. 2. Bagi tergugat janganlah bersumpah dengan sumpah palsu atau melanggar sumpah itu. 

Tidak ada komentar:
Write komentar